Langsung ke konten utama

Music Box

Benar benar sejarah yang indah. Seperti ketika membersihkan gudang, aku menemukan sebuah kotak musik klasik didalam sebuah kardus, di dekat gramofon tua peninggalan ayah. Kotak musik itu masih bagus walau diselimuti debu. Aku meletakkan sapu dan memegang kotak musik itu, terkejut. Pasalnya kotak musik itu adalah hadiah ulang tahunku yang ke tujuh. Pemberian ibuku saat aku memenangkan kontes The Little Ballerina yang aku ikuti. Ya, aku sangat menyukai Balet, juga disekolah aku mengikuti kelas Balet. Bahkan aku bercita cita ingin menjadi seorang Balerina. Seperti pada kotak musik ini. Kotak musik cantik dengan patung seorang ballerina yang akan berputar putar jika dimainkan. Anyway, kukira benda ini sudah lama hilang, hingga akhirnya aku menemukannya kembali, digudang ini. 

Aku yang detik itu juga ingin sekali berbicara pada ibu atas penemuan benda kesayanganku itu. Tapi sekarang aku hanya bisa terduduk di gudang karena ibu belum pulang dari pekerjaannya. 

Aku memutar mutar kunci untuk menghidupkan kotak musik itu. Aku lagi lagi terkejut dengan kotak musikku masih berfungsi dengan baik, padahal dulu kotak musik itu sudah rusak. Entah siapa yang memperbaikinya, mungkin ibu? melodi yang dikeluarkan kotak musik itu pun masih terdengar baik, aku merindukan melodi itu. Aku tersihir, kotak musik itu seakan tak berhenti mengalunkan melodi yang membuatku tertidur. 

***

Aku terbangun dan menemukan diriku terbaring di sebuah ranjang lusuh di sebuah ruangan yang sepenuhnya terbuat dari kayu, eh? Seingatku aku terlelap di gudang karena mendengar alunan kotak musik. Tapi, bukan itu yang menjadi masalahnya. Pertanyaannya, dimana aku sekarang? Aku tak mengenali tempat ini, dan tak pernah melihat tempat ini! 

Aku bangkit, memastikan aku berada dimana. Tapi, 

"Emma!"

Aku terkejut. Seorang wanita dengan tubuh besar menghampiriku. Ia mengenakan apron digaunnya. 

"Emma?" gumamku bingung. 

"Nona sayang, waktunya kita memanen jerami" kata wanita itu.

"Jerami?" aku semakin bingung.

"Ayo nona, ternak ternak memerlukan jeraminya" 

"T-tunggu dulu, kau siapa nyonya? Dan dimana aku sekarang?" tanyaku to the point

Wanita itu terkejut. "Ada apa denganmu nak?"

"Aku. Kenapa aku bisa ada disini?" aku bingung tapi wanita di depanku langsung menyambar tanganku dan membawaku keluar. 

"Jangan membuang waktu, langit sudah mulai mendung. Ayo, bawa jerami ini ke gudang. Hari ini Tn. Dimitri sedang absen karena sakit, jadi tidak ada yang mengurus ternak"

Aku tak peduli ucapan wanita itu. Sekarang aku ingin penjelasan dari wanita itu. 

"Urghh, berat!" setengah hati aku mengangkat jerami jerami itu. 

"Biasanya kau menyukai pekerjaanmu itu, Emma" 

Aku mengusap dahi, selesai juga bergelut dengan tumpukan jerami itu. Penampilanku sudah terlihat kotor. 

"Ya ampun! Aku harus membuka tokoku" aku terkejut dengan teriakan wanita itu. Sungguh wanita ini suka teriak tiba tiba. 

"Nah, sekarang kau membantuku di pabrik" 

"Pabrik?" gumamku. 

Aku mengikuti saja langkah wanita didepanku. Sungguh, aku tak mengenali tempat ini. Apa ini mimpi? gumamku ketika melihat pemandangan disekitar. Ladang itu, ladang ternak yang luas, anak sungai, rumah rumah desa. Sejak kapan aku datang kesini? 

Tak lama kami sampai di sebuah bangunan besar yang disebelahnya terdapat kincir angin. Sementara aku termanjakan oleh aroma manis yang sepertinya berasal dari bangunan itu. Benar saja, kami akan masuk ke dalamnya. 

"Nona, kau harus mengganti pakaianmu, kau tunggu disini, akan kuambilkan pakaian baru untukmu" 

Aku tahu pakaianku memang kotor, tapi wanita itu seolah sudah lama mengenalku, padahal aku sendiri baru melihatnya hari ini. Aku kesal, aku tidak mengingat asal muasalku terdampar disini.

Wanita itu kembali, ia menunjukkan sebuah gaun Brenda berwarna putih dengan bawahan merah. "Pakailah, nona"

"Aku tak mau mengenakan itu, nyonya" bantahku. Tapi bantahan tinggal kenangan, buktinya aku sudah menjadi bak juru masak istana, aku menguncir kuda rambutku lengkap dengan penutup kepala. Hampir serupa dengan wanita itu. 

"Nyonya Olivia" sapa seorang lelaki paruh baya, memakai pakaian koki. "Beberapa roti sudah ku panggang, kau tinggal menunggu matang saja"

"Baiklah, Terima kasih bantuanmu tuan, biar aku dan keponakanku ini yang mengambil alih menjaga toko" jawab wanita itu. 

Aku memperhatikan seisi ruangan itu. Ternyata ini pabrik roti, dari aromanya disini sudah membuatku tergiur dan membuat perutku lapar. 

"Jadi namamu nyonya Olivia? Sebenarnya apa yang terjadi denganku? Kumohon, kenapa kau membawaku kesini?" rengekku

Nyonya Olivia terdiam sejenak, sementara pria bakery itu kebingungan atas ucapanku. 

"Tidak apa apa, Emma ku hanya kelelahan" kata nyonya Olivia kepada pria itu. Pria itu tersenyum ke arahku sebelum berlalu. 

"Dimana ibuku? Hanya ibu keluarga yang masih kumiliki"

"Jangan khawatir, biasanya ibumu yang selalu menitipkanmu kesini. Ayo nak bantu aku mengangkat rotinya ke toko"

Aku tak ingin bertanya lagi, aku masih mencerna cerita wanita itu. Ditanganku sudah ada nampan dan roti yang masih panas, baru diangkat dari pemanggang. Aku dan wanita itu beralih menuju toko, toko roti yang dimiliki wanita itu. 

Tak jauh di depan rumah nyonya Olivia, berdiri sebuah Bakery. Nyonya Olivia membuka papan yang tergantung di etalase. Membalikkan kata 'close' menjadi 'open'

Aku duduk di salah satu kursi. Pandanganku berhenti pada sebuah foto yang tergantung di dinding, disebelah foto Beethoven. Foto seorang gadis yang sangat mirip denganku, dibawahnya terdapat tulisan 'Emma'. Aku terkejut. Apa yang disebutkan wanita itu? 

Tiba tiba Nyonya Olivia datang dan meletakkan sepiring roti ke meja yang tadi dibuatnya. "Ini sarapanmu, nona"

Kemudian wanita itu berlalu. "Um, nyonya?" panggilku. Nyonya Olivia berbalik, menatapku dengan senyum khasnya. 

"Siapa gadis yang di foto itu?" tanyaku. 

"Itu dirimu Emma, oh ayolah apa kau mimpi buruk semalam?" 

"Namaku Carissa, bukan Emma"

"Apa yang kau katakan?" nyonya Olivia mengkerut bingung. 

Sepiring roti didepanku sudah tak nafsu untuk dimakan. Padahal rencananya aku ingin menguasai roti roti di pabrik itu. Aku berperan sebagai 'Emma' disini. Apa yang harus ku lakukan?

Terdengar lonceng berbunyi dari pintu toko. Seorang pemuda masuk dan nyonya Olivia langsung melayani pelanggannya itu. Aku yang awalnya tak peduli kini mulai tertarik ketika pemuda pirang itu menyerahkan sepucuk surat undangan kepada nyonya Olivia. 

Dan mata pemuda itu terarah padaku. Pandangan kami bertemu. 

"Wow, kau mempunyai seorang gadis, nyonya?" tanya pemuda itu. 

"Ah tentu saja, dia keponakanku" jawab nyonya Olivia. 

"Nanti malam kau harus datang ke pesta paduka di istana, cantik. Baiklah, aku permisi" pemuda itu pergi. 

"Kau tahu nak? Kau bisa menampilkan tarian balet mu malam ini" kata nyonya Olivia. 

Wow, jadi 'Emma' juga menyukai balet? 

"Eh, umm, sepertinya begitu" jawabku. 

Malamnya. Aku benar benar datang ke acara itu. Sesampainya, para hadirin disuguhkan oleh musik dan tarian khas mereka, memperingati ulang tahun raja. Para wanita banyak menunjukkan tarian terhebatnya. Aku yang memang mahir menguasai balet pun mengikuti irama dari para pemain violinist di tengah gedung. Aku mengenakan gaun selutut berwarna biru, tak lupa mengenakan sepatu balet, kali ini aku menggerai rambut coklatku dengan pita dibelakang rambutku. 

Orang-orang kagum dengan kepiawaian tarianku, lampu sorot telah menyorot padaku. Saking asyiknya, aku hampir tak melihat jalan dan menabrak kaki seorang pemuda. Aku terkejut, sosok itu dengan sigap menangkap tubuhku. Aku ketakutan, tapi sosok itu ternyata pemuda yang datang ke toko nyonya Olivia siang itu. Aku terpana, pemuda itu semakin tampan malam ini. 

"Hai cantik, kau.." pemuda itu mengingat ingat. 

"Maafkan aku" aku berdiri sembari merapikan gaunku. 

"Boleh kita kenalan? Kau siang tadi kan?" tanya pemuda itu ramah. "Oh ya, aku Tom. Kau, nona?"

Aku tersenyum. "Aku Carissa. Senang bertemu denganmu"

"Kau datang sendiri?" tanya Tom. Aku mengangguk. 

"Ah Carissa, malam yang indah. Apa kau mau menjadi pasanganku untuk berdansa?" tanya Tom. 

Apa yang dikatakannya? Berdansa? Dengan pria tampan ini? Sungguh? 

Aku mengulum senyum. "Tentu"

Tom tertawa kecil melihat muka merahku. Ia mengulurkan tangan kanannya yang dibalas uluran tanganku. Kami mulai berdansa, diikuti para hadirin. Terakhir, acara selesai. Malam sudah benar benar larut. 

Aku menerima hadiah berupa kotak musik. Aku tersenyum. Mimpi yang indah. Itu kotak musik milikku. Ya, persis! 

"Carissa" Tom mengambil tangan kananku dan mengikat sebuah gelang di pergelangan tanganku. Cantik. Tom dan aku mendekatkan pergelangan tangan kami yang sama sama mengenakan gelang biru tersebut. 

"Terima kasih telah meluangkan waktunya" ucap Tom. Di tengah waktu itu tiba-tiba kotak musik itu mengalun sendiri bertepatan dengan pandangan abstrak menyerangku. 

***

Aku terbangun di rumahku, tepatnya di gudang. Dengan kotak musik didepanku yang masih mengalun indah. Aku mengucek mata, masih mengingat setiap peranku di cerita sejarah kotak musik yang telah membawaku ke dalamnya. 

Aku melirik jam dinding. Sebentar lagi ibuku pulang. Buru buru aku membersihkan gudang. Aku baru menyadari tangan kananku telah melekat sebuah gelang pemberian Tom. Aku tersenyum sendiri mengingat pria itu. Bel rumah berbunyi. Ibu pulang! Bertepatan saat aku merasa gudang ini sudah bersih. Benar benar sejarah yang indah. [*]













Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Lovely Bones

Namaku Salmon. Seperti nama ikan. Nama depanku adalah Susie. Aku terbunuh pada tanggal 6 Desember 1973. ... Saat itu awal musim dingin di bulan Desember, masih tersisa daun daun kering sisa musim gugur. Ketika hari sudah petang, aku pulang dari sekolah menempuh jalan yang dekat menuju rumahku. Dari sinilah semua kebahagiaanku terenggut ketika bertemu seorang pria yang merupakan tetanggaku. Mr. Harvey namanya. Aku bertemu dia tepatnya di area ladang jagung yang kebetulan sepi. Mr. Harvey menyapaku kemudian membujukku dengan alasan melihat hasil karya yang baru saja dibuatnya. Sebuah ruangan bawah tanah di tengah ladang tandus tersebut. Sekilas memang tak ada yang dikhawatirkan. Setahuku Mr. Harvey tinggal sendiri dirumahnya. Pekerjaannya membuat boneka boneka untuk anak anak. Kupikir tak ada salahnya jika melihat sebentar hasil karya Mr. Harvey tersebut. Ketika masuk ke ruangan itu, Mr. Harvey dengan gembiranya menunjukkan pajangan serta boneka yang dibuatnya. Ketika merasa aku harus pu...

Orphan First Kill

Kamu percaya gak kalau kamu melihat anak kecil tapi sebenarnya dia sudah berusia dewasa? Aku contohnya, aku sudah berusia tiga puluh tahun, tapi ukuran tubuhku bisa dibilang seperti anak kecil. Aku akan terus berbeda dari orang lain karena penyakit yang aku derita. Namaku Leena, orang orang mengira aku anak kecil, padahal aku seorang wanita dewasa, aku wanita yang malang. Sekarang aku tinggal di sebuah rumah sakit jiwa di Estonia, 'saarne institute' Orang orang itu menarikku dan mengekangku di dalam psikiatri ini, dan bilang kalau Aku gila, Aku tak terima, Orang orang itu membuatku semakin gila, aku suka membanting barang apa saja ketika Aku mengamuk dan memberontak, bahkan mereka memberiku jaket pengekang, entah apa gunanya, jaket sialan ini, aku tak ingin mengenakannya, aku berusaha melepasnya hingga meninggalkan bekas luka di leher serta pergelangan tanganku. Soal tubuh kecilku, aku sebenarnya menderita kelainan hormon tubuh, 'hipopituitarisme' namanya, yang membuat ...

Harry Potter's shop

                Palace theatre, London Is this the place that I've been dreaming of? It's my favourite!! Aaaahh ini seneng banget saya liatnya.. ini salah satu mimpi saya banget untuk bisa kesana Thank uu friend, udah fotoin.. tau banget yg saya suka Auu ah pokoknya jika kesana, saya wajib mampir ke place place and studio of Harry Potter